Pengertian Sikap Menurut Para Ahli
Secara historis istilah sikap (attitude) digunakan pertama kali oleh Herbert Spencer tahun 1862, yang diartikan sebagai status mental seseorang. Sejumlah ahli psikologi seperti Louis Thurstone, Rensis Likert, Charles Osgood menyatakan bahwa sikap adalah suatu bentuk evaluasi atau reaksi perasaan yang mana dapat memihak (favorable) maupun tidak memihak (unfavorable) pada suatu obyek tertentu. Sedangkan kelompok ahli psikologi sosial seperti Chave, Bogardus, LaPierre, Mead, dan Gordon Allport menganggap sikap sebagai kesiapan(kecenderungan potensial) untuk bereaksi pada suatu obyek dengan cara-cara tertentu.
Selanjutnya La Pierre mendefinisikan sikap sebagai suatu pola perilaku,tendensi atau kesiapan antisipatif, dan predisposisi untuk menyesuaikan dengansituasi sosial, atau secara sederhana sikap adalah respon terhadap stimuli sosialyang telah terkondisikan (Azwar, 1995).
Kelompok ahli lain yang berorientasi pada triadic scheme menganggap sikap sebagai konstelasi komponen kognitif, afektif, dan konatif yang saling berinteraksi dalam memahami dan merasakan suatu obyek. Secord dan Backman mendefinisikan sikap sebagai keteraturan tertentu dalam hal perasaan (afeksi), pemikiran (kognisi), dan predisposisi tindakan (konasi) seseorang terhadap suatu aspek tertentu. Komponen kognitif berkaitan dengan kepercayaan seseorang mengenai apa yang berlaku atau apa yang benar bagi obyek sikap. Sesuatu yang telah diyakini akan menjadi suatu stereotipe pada individu tersebut, sehingga pikirannya selalu terpola. Misalnya, bila individu percaya bahwa mencuri adalah sesuatu yang buruk maka kepercayaan tersebut akan selalu terpola pada pikirannya. Komponen afektif menunjuk pada perasaan emosional subyektif seseorang terhadap suatu obyek. Sedangkan komponen konatif merupakan struktur sikap yang menunjukkan bagaimana perilaku atau kecenderungan berperilaku yang ada dalam diri seseorang dikaitkan dengan obyek sikap yang dihadapinya (Azwar, 1995).
Muchielli menggambarkan sikap sebagai suatu kecenderungan mental atau perasaan yang relatif tetap terhadap suatu kategori obyek, orang, atau situasi tertentu. Recht menyatakan bahwa sikap menggambarkan kumpulan kepercayaanyang selalu memasukan aspek penilaian, artinya sikap selalu dapat ditafsirkan sebagai baik dan buruk atau positif dan negatif (Green, 1980).
Referensi:
Suryabrata, Sumadi (1989), Psikologi Pendidikan, Edisi IV. Penerbit Rajawali: Jakarta.
Gunarsa (2003).Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja. PT BPK GunungMulya: Jakarta.
Nicholas Wijaya
3EA02
15211157
Minggu, 05 Januari 2014
Referensi Kelompok
Pengertian Kelompok Referensi / Kelompok Acuan.
Menurut Sumarwan (2003,p.250) menyatakan kelompok referensi (preference group) adalah seorang individu atau sekelompok orang yang secara nyata mempengaruhi seseorang.
Sedangkan menurut Kotler dan Keller (2000), kelompok referensi sebagai kelompok yang mempunyai pengaruh langsung maupun tidak langsung terhadap sikap dan perilaku seseorang.
Pada awalnya kelompok acuan dibatasi secara sempit dan hanya mencakup kelompok-kelompok dengan siapa individu berinteraksi secara langsung (keluarga dan teman-teman akrab). Tetapi konsep ini secara berangsur-angsur telah diperluas mencakup pengaruh perorangan atau kelompok secara langsung maupun tidak langsung. Kelompok acuan tidak langsung terdiri dari orang-orang atau kelompok yang masing-masing tidak mempunyai kontak langsung, seperti para bintang film, pahlawan olahraga, pemimpin politik, tokoh TV, ataupun orang yang berpakain baik dan kelihatan menarik di sudut jalan (Schiffman, Leon G. and Kanuk, Leslie Lazar, 2000).
Jenis Kelompok Referensi
Sumarwan(2003,p.253) menggolongkan kelompok referensi berdasarkan posisi dan fungsinya.
1. Kelompok Formal, yaitu kelompok yang memiliki struktur organisasi secara tertulis dan keanggotaannya terdaftar secara resmi. Contohnya, Serikat Pekerja Indonesia, Universitas dll.
2. Kelompok Informal, yaitu kelompok yang tidak memiliki struktur organisasi secara tertulis dan keanggotaannya tidak terdaftar secara resmi. Contohnya, kelompok bermain futsal, kelompok arisan dll.
3. Kelompok Aspirasi, yaitu kelompok yang memperlihatkan keinginan untuk mengikuti norma,nilai,maupun perilaku dari orang lain yang dijadikan kelompok acuan. Anggota kelompok aspirasi tidak harus menjadi anggota dalam kelompok referensinya, atau antar anggota aspirasi tidak harus menjadi anggota kelompok referensinya dan saling berkomunikasi. Contoh, anak-anak muda yang mengikuti gaya berpakaian para selebriti Korea atau Amerika.
4. Kelompok Disosiasi, yaitu seseorang atau kelompok yang berusaha menghindari asosiasi dengan kelompok referensi.
5.
Terdapat lima jenis kelompok acuan serta karakteristiknya (Peter, J. Paul and Olson, Jerry C., 2005; Hawkins, Del I., 2004) :
Jenis Kelompok Acuan
Perbedaan dan Karakteristik
Formal/informal
Kelompok acuan formal memiliki struktur yang dirinci dengan jelas (contoh : kelompok kerja di kantor); sedangkan kelompok informal tidak (contoh : kelompok persahabatan/teman kuliah)
Primary/secondary
Kelompok acuan primary melibatkan seringnya interaksi langsung dan tatap muka (contoh : keluarga/sanak saudara); sementara pada kelompoksecondary, interaksi dan tatap muka tidak terlalu sering (contoh : teman yang tinggal di apartemen yang sama).
Membership
Seseorang menjadi anggota formal dari suatu kelompok acuan (contoh : keanggotaan pada kelompok pecinta alam).
Aspirational
Seseorang bercita-cita bergabung atau menandingi kelompok acuan aspirasional.
Dissociative
Seseorang berupaya menghindari atau menolak kelompok acuan disosiatif.
Sedangkan, kelompok acuan yang telah disebutkan di atas dapat memberikan tiga jenis pengaruh, antara lain :
1. Pengaruh informasional (informational influence)
Hal ini terjadi ketika seseorang/individu meniru perilaku dan pendapat dari anggota suatu kelompok acuan yang memberikan informasi yang berguna. Informasi ini dapat disajikan secara verbal maupun melalui demonstrasi langsung.
2. Pengaruh normatif (normative influence atau sering disebut juga utilitarian influence)
Pengaruh ini terjadi jika individu mengikuti ketentuan kelompok acuan dengan tujuan untuk memperoleh imbalan atau menghindari hukuman.
3. Pengaruh ekspektasi-nilai (value expressive influence)
Hal ini terjadi ketika individu merasa turut memiliki dan membentuk nilai dan norma dari suatu kelompok
Nicholas Wijaya
3EA02
15211157
Menurut Sumarwan (2003,p.250) menyatakan kelompok referensi (preference group) adalah seorang individu atau sekelompok orang yang secara nyata mempengaruhi seseorang.
Sedangkan menurut Kotler dan Keller (2000), kelompok referensi sebagai kelompok yang mempunyai pengaruh langsung maupun tidak langsung terhadap sikap dan perilaku seseorang.
Pada awalnya kelompok acuan dibatasi secara sempit dan hanya mencakup kelompok-kelompok dengan siapa individu berinteraksi secara langsung (keluarga dan teman-teman akrab). Tetapi konsep ini secara berangsur-angsur telah diperluas mencakup pengaruh perorangan atau kelompok secara langsung maupun tidak langsung. Kelompok acuan tidak langsung terdiri dari orang-orang atau kelompok yang masing-masing tidak mempunyai kontak langsung, seperti para bintang film, pahlawan olahraga, pemimpin politik, tokoh TV, ataupun orang yang berpakain baik dan kelihatan menarik di sudut jalan (Schiffman, Leon G. and Kanuk, Leslie Lazar, 2000).
Jenis Kelompok Referensi
Sumarwan(2003,p.253) menggolongkan kelompok referensi berdasarkan posisi dan fungsinya.
1. Kelompok Formal, yaitu kelompok yang memiliki struktur organisasi secara tertulis dan keanggotaannya terdaftar secara resmi. Contohnya, Serikat Pekerja Indonesia, Universitas dll.
2. Kelompok Informal, yaitu kelompok yang tidak memiliki struktur organisasi secara tertulis dan keanggotaannya tidak terdaftar secara resmi. Contohnya, kelompok bermain futsal, kelompok arisan dll.
3. Kelompok Aspirasi, yaitu kelompok yang memperlihatkan keinginan untuk mengikuti norma,nilai,maupun perilaku dari orang lain yang dijadikan kelompok acuan. Anggota kelompok aspirasi tidak harus menjadi anggota dalam kelompok referensinya, atau antar anggota aspirasi tidak harus menjadi anggota kelompok referensinya dan saling berkomunikasi. Contoh, anak-anak muda yang mengikuti gaya berpakaian para selebriti Korea atau Amerika.
4. Kelompok Disosiasi, yaitu seseorang atau kelompok yang berusaha menghindari asosiasi dengan kelompok referensi.
5.
Terdapat lima jenis kelompok acuan serta karakteristiknya (Peter, J. Paul and Olson, Jerry C., 2005; Hawkins, Del I., 2004) :
Jenis Kelompok Acuan
Perbedaan dan Karakteristik
Formal/informal
Kelompok acuan formal memiliki struktur yang dirinci dengan jelas (contoh : kelompok kerja di kantor); sedangkan kelompok informal tidak (contoh : kelompok persahabatan/teman kuliah)
Primary/secondary
Kelompok acuan primary melibatkan seringnya interaksi langsung dan tatap muka (contoh : keluarga/sanak saudara); sementara pada kelompoksecondary, interaksi dan tatap muka tidak terlalu sering (contoh : teman yang tinggal di apartemen yang sama).
Membership
Seseorang menjadi anggota formal dari suatu kelompok acuan (contoh : keanggotaan pada kelompok pecinta alam).
Aspirational
Seseorang bercita-cita bergabung atau menandingi kelompok acuan aspirasional.
Dissociative
Seseorang berupaya menghindari atau menolak kelompok acuan disosiatif.
Sedangkan, kelompok acuan yang telah disebutkan di atas dapat memberikan tiga jenis pengaruh, antara lain :
1. Pengaruh informasional (informational influence)
Hal ini terjadi ketika seseorang/individu meniru perilaku dan pendapat dari anggota suatu kelompok acuan yang memberikan informasi yang berguna. Informasi ini dapat disajikan secara verbal maupun melalui demonstrasi langsung.
2. Pengaruh normatif (normative influence atau sering disebut juga utilitarian influence)
Pengaruh ini terjadi jika individu mengikuti ketentuan kelompok acuan dengan tujuan untuk memperoleh imbalan atau menghindari hukuman.
3. Pengaruh ekspektasi-nilai (value expressive influence)
Hal ini terjadi ketika individu merasa turut memiliki dan membentuk nilai dan norma dari suatu kelompok
Nicholas Wijaya
3EA02
15211157
Referensi Kelas Sosial
Kelas Sosial adalah penggolongan atau pengelompokan sosial (stratifikasi sosial) yang biasanya dipakai untuk menunjukkan lapisan sosial seseorang berdasarkan kriteria ekonomi (kekayaan, pendidikan, dan pekerjaan).
· KLASIFIKASI KELAS SOSIAL BERDASARKAN STATUS EKONOMI
- Berdasarkan kepemilikan harta, pada umumnya masyarakat dapat dibedakan menjadi 3 kelas, yaitu:
1) Kelas Atas
Terdiri dari kelompok orang-orang kaya yang dengan leluasa dapat memenuhi kebutuhan hidupnya, bahkan secara berlebihan.
2) Kelas Menengah
Terdiri dari kelompok orang-orang yang berkecukupan, yang sudah dapat memenuhi kebutuhan pokok (primer).
3) Kelas Bawah
Terdiri dari kelompok orang-orang miskin yang masih belum dapat memenuhi kebutuhan pokok (primer).
- Aristoteles membagi masyarakat secara ekonomi menjadi 3 kelas (golongan), yaitu:
1) Golongan Pertama (Golongan Sangat Kaya)
Merupakan golongan dengan jumlah yang terkecil (sedikit) di dalam masyarakat. Golongan ini terdiri dari para pengusaha, tuan tanah, dan bangsawan.
2) Golongan Kedua (Golongan Kaya)
Merupakan golongan dengan jumlah yang cukup banyak di dalam masyarakat. Golongan ini terdiri dari para pedagang, dsbnya.
3) Golongan Ketiga (Golongan Miskin)
Merupakan golongan dengan jumlah terbanyak di dalam masyarakat. Golongan ini terdiri dari rakyat-rakyat biasa.
- Karl Marx juga membagi masyarakat menjadi 3 kelas (golongan), yaitu:
1) Golongan Kapitalis (Borjuis)
Merupakan golongan yang terdiri dari para penguasa tanah dan alat produksi.
2) Golongan Menengah
Merupakan golongan yang terdiri dari para pegawai pemerintah. Golongan menengah cenderung dimasukkan ke dalam golongan kapitalis, karena dalam kenyataannya golongan ini adalah pembela setia kaum kapitalis.
3) Golongan Proletar
Merupakan golongan yang tidak memiliki tanah dan alat produksi. Termasuk kaum buruh dan pekerja pabrik.
- Masyarakat Amerika Serikat membagi lapisan masyarakat menjadi 6 kelas, yaitu:
1) Kelas Sosial Atas – Lapisan Atas (Upper-Upper Class)
Terdiri dari masyarakat yang telah lama kaya.
2) Kelas Sosial Atas – Lapisan Bawah (Lower-Upper Class)
Terdiri dari masyarakat yang belum lama (baru) kaya.
3) Kelas Sosial Menengah – Lapisan Atas (Upper-Middle Class)
Terdiri dari pengusaha dan kaum profesional.
4) Kelas Sosial Menengah – Lapisan Bawah (Lower-Middle Class)
Terdiri dari pegawai pemerintah, kaum semi-profesional, supervisor, pengrajin terkemuka.
5) Kelas Sosial Bawah – Lapisan Atas (Upper-Lower Class)
Terdiri dari para pekerja tetap (golongan pekerja).
6) Kelas Sosial Bawah – Lapisan Bawah (Lower-Lower Class)
Terdiri dari para pekerja tidak tetap, pengangguran, buruh musiman, orang yang tergantung pada tunjangan.
- Masyarakat Eropa membagi lapisan masyarakat menjadi 4 kelas, yaitu:
1) Kelas Puncak (Top Class)
2) a. Kelas Menengah Berpendidikan (Academic Middle Class)
b. Kelas Menengah Ekonomi (Economic Middle Class)
3) Kelas Pekerja (Workmen and Formens Class)
4) Kelas Bawah (Underdog Class)
- Negara-negara Demokratis membagi lapisan masyarakat menjadi 6 golongan, yaitu:
1) Golongan Elit
Terdiri dari orang-orang kaya dan orang-orang yang menempati kedudukan atau pekerjaan yang oleh masyarakat sangat dihargai.
2) Golongan Profesional
Terdiri dari orang-orang yang berijazah dan bergelar, serta orang-orang dari dunia perdagangan yang berhasil.
3) Golongan Semi-Profesional
Terdiri dari pegawai kantor, pedagang, teknisi yang berpendidikan menengah dan yang tidak bergelar.
4) Golongan Skill
Terdiri dari orang-orang yang memiliki keterampilan mekanis, teknisi, dan kapster.
5) Golongan Semi-Skill
Terdiri dari pekerja pabrik tanpa keterampilan, supir, pelayan restoran.
6) Golongan Un-Skill
Terdiri dari pramuwisma, tukang kebun, petugas kebersihan.
· FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENENTUAN KELAS SOSIAL
Menurut Engel, Blackwell dan miniard (1995) mengemukakan pendapat Gilbert dan Kahl yang menyebutkan bahwa ada sembilan variabel yang menentukan status atau kelas sosial seseorang, kesembilan variabel tersebut digolongkan ke dalam 3 kategori, yaitu sebagai berikut :
1) Variabel Ekonomi
a. Status Pekerjaan
b. Pendapatan
c. Harta benda
2) Variabel Interaksi
a. Prestis individu
b. Asosiasi
c. Sosialisasi
3) Variabel Politik
a. Kekuasaan
b. Kesadaran Kelas
c. Mobilitas
· PENGUKURAN KELAS SOSIAL
Meskipun banyak ahli setuju bahwa kelas sosial adalah konsep yang valid dan berguna, tapi tidak ada pernyataan umum bagaimana mengukurnya. Pendekatan yang sistematis untuk mengukur kelas sosial tercakup dalam berbagai kategori berikut ini: ukuran subjektif, ukuran reputasi, dan ukuran objektif dari kelas sosial.
1) Ukuran Subyektif
Dalam pendekatan subyektif untuk menguukur kelas sosial, para individu diminta untuk menaksir kedudukan kelas sosial mereka masing-masing. Klasifikasi keanggotaan kelas sosial yang dihasilkan didasarkan pada persepsi partisipan terhadap dirinya.
2) Ukuran Reputasi
Pendekatan reputasi untuk mengukur kelas sosial memerlukan informan mengnai masyarakat yang dipilih untuk membuat pertimbangan awal mengenai keanggotaan kelas sosial orang lain dalam masyarakat.
3) Ukuran Obyektif
Berbeda dari metode subjektif dan reputasi, yang mengharuskan orang memimpikan kedudukan kelas mereka sendiri atau kedudukan para anggotanya. Ukuran obyektif terdiri dari berbagai variabel demografis atau sosioekonomis yang dipilih mengenai individu yang sedang dipelajari. Ukuran obyektif kelas sosial terbagi menjadi dua kategori pokok yaitu indeks variabel tunggal dan indeks variabel gabungan.
a. Indeks Variabel Tunggal
Indeks variabel tunggal hanya menggunakan satu variabel sosial ekonomi untuk menilai keanggotaan kelas sosial. Beberapa variabel digunakan untuk tujuan sebagai berikut:
1. Pekerjaan
Merupakan ukuran sosial yang diterima secara luas dan mungkin merupakan ukuran kelas sosial terbaik yang dapat didokumentasikan karena menggambarkan status yang berhubungan dengan pekerjaan.
2. Pendidikan
Tingkat pendidikan formal seseorang merupakan perkiraan lain bagi kedudukan kelas sosial yang umum diterima. Semakin tinggi pendidikan seseorang maka semakin besar kemungkinan orang tersebut memiliki penghasilan yang tinggi dan juga kedudukan yang dikagumi atau dihormati.
3. Penghasilan
Penghasilan perorangan atau keluarga merupakan variabel sosial ekonomi lain yang sering digunakan untuk memperkirakan kedudukan kelas sosial.
4. Variabel Lain
Variabel lain yang digunakan sebagai sebuah indeks kelas sosial adalah barang yang dimiliki. Skema yang paling terkenal dan merupakan alat penilai yang paling rumit untuk mengevaluasi barang yang dimiliki adalah skala status sosial chapin.
b. Indeks Variabel Gabungan
Indeks gabungan secara sistematis menggabungkan sejumlah faktor sosial ekonomi untuk membentuk satu ukuran kedudukan kelas sosial yang menyeluruh. Indeks ini sangat menarik untuk diteliti karena dapat menggambarkan dengan lebih baik, kompleknya kelas sosial dibandingkan indeks variabel tunggal.
Dua indeks gabungan yang paling penting adalah:
1. Indeks Karakteristik Status
Ukuran gabungan kelas sosial yang klasik adalah Warner’s Index of Status Characteristics (ISC). ISC merupakan ukuran tertimbang dari berbagai variabel sosial ekonomi pekerjaan, penghasilan (jumlah penghasilan), model rumah dan daerah tempat tinggal (kualitas lingkungan)
2. Skor Status Sosial Skonomi
Sosioeconomic Status Score (SES) menggabungkan tiga variabel pekerjaan, penghasilan keluarga dan tingkat pendidikan. SES ini dikembangkan oleh United States Bureau of The Census
· PENGARUH KELAS SOSIAL TERHADAP PERILAKU KONSUMEN
Pengaruh dari adanya kelas sosial terhadap perilaku konsumen begitu tampak dari pembelian akan kebutuhan untuk sehari-hari, bagaimana seseorang dalam membeli akan barang kebutuhan sehari-hari baik yang primer ataupun hanya sebagai penghias dalam kelas sosial begitu berbeda.
Untuk kelas sosial dari status yang lebih tinggi akan membeli barang kebutuhan yang bermerek terkenal, ditempat yang khusus dan memiliki harga yang cukup mahal. Sedangkan untuk kelas sosial dari status yang lebih rendah akan membeli barang kebutuhan yang sesuai dengan kemampuannya dan ditempat yang biasa saja.
Aspek hierarkis kelas sosial penting bagi para pemasar. Para konsumen membeli berbagai produk tertentu karena produk-produk ini disukai oleh anggota kelas sosial mereka sendiri maupun kelas yang lebih tinggi, dan para konsumen mungkin menghindari berbagai produk lain karena mereka merasa produk-produk tersebut adalah produk-produk “kelas yang lebih rendah”.
Adapun yang merupakan ukuran kelas sosial dari konsumen yang dapat diterima secara luas dan mungkin merupakan ukuran kelas sosial terbaik terlihat dari pekerjaan, pendidikan dan penghasilan.
Peneliti konsumen telah menemukan bukti bahwa di setiap kelas sosial, ada faktor-faktor gaya hidup tertentu (kepercayaan, sikap, kegiatan, dan perilaku bersama) yang cenderung membedakan anggota setiap kelas dari anggota kelas sosial lainnya.
Dengan mengenal bahwa para individu sering menginginkan gaya hidup dan barang-barang yang dinikmati para anggota kelas sosial yang lebih tinggi maka para pemasar sering memasukkan simbol-simbol keanggotaan kelas yang lebih tinggi, baik sebagai produk maupun sebagai hiasan dalam iklan yang ditargetkan pada audiens kelas sosial yang lebih rendah.
Para individu dapat berpindah ke atas maupun ke bawah dalam kedudukan kelas sosial dari kedudukan kelas yang disandang oleh orang tua mereka. Yang paling umum dipikirkan oleh orang-orang adalah gerakan naik karena tersedianya pendidikan bebas dan berbagai peluang untuk mengembangkan dan memajukan diri.
Nicholas Wijaya
3EA02
15211157
· KLASIFIKASI KELAS SOSIAL BERDASARKAN STATUS EKONOMI
- Berdasarkan kepemilikan harta, pada umumnya masyarakat dapat dibedakan menjadi 3 kelas, yaitu:
1) Kelas Atas
Terdiri dari kelompok orang-orang kaya yang dengan leluasa dapat memenuhi kebutuhan hidupnya, bahkan secara berlebihan.
2) Kelas Menengah
Terdiri dari kelompok orang-orang yang berkecukupan, yang sudah dapat memenuhi kebutuhan pokok (primer).
3) Kelas Bawah
Terdiri dari kelompok orang-orang miskin yang masih belum dapat memenuhi kebutuhan pokok (primer).
- Aristoteles membagi masyarakat secara ekonomi menjadi 3 kelas (golongan), yaitu:
1) Golongan Pertama (Golongan Sangat Kaya)
Merupakan golongan dengan jumlah yang terkecil (sedikit) di dalam masyarakat. Golongan ini terdiri dari para pengusaha, tuan tanah, dan bangsawan.
2) Golongan Kedua (Golongan Kaya)
Merupakan golongan dengan jumlah yang cukup banyak di dalam masyarakat. Golongan ini terdiri dari para pedagang, dsbnya.
3) Golongan Ketiga (Golongan Miskin)
Merupakan golongan dengan jumlah terbanyak di dalam masyarakat. Golongan ini terdiri dari rakyat-rakyat biasa.
- Karl Marx juga membagi masyarakat menjadi 3 kelas (golongan), yaitu:
1) Golongan Kapitalis (Borjuis)
Merupakan golongan yang terdiri dari para penguasa tanah dan alat produksi.
2) Golongan Menengah
Merupakan golongan yang terdiri dari para pegawai pemerintah. Golongan menengah cenderung dimasukkan ke dalam golongan kapitalis, karena dalam kenyataannya golongan ini adalah pembela setia kaum kapitalis.
3) Golongan Proletar
Merupakan golongan yang tidak memiliki tanah dan alat produksi. Termasuk kaum buruh dan pekerja pabrik.
- Masyarakat Amerika Serikat membagi lapisan masyarakat menjadi 6 kelas, yaitu:
1) Kelas Sosial Atas – Lapisan Atas (Upper-Upper Class)
Terdiri dari masyarakat yang telah lama kaya.
2) Kelas Sosial Atas – Lapisan Bawah (Lower-Upper Class)
Terdiri dari masyarakat yang belum lama (baru) kaya.
3) Kelas Sosial Menengah – Lapisan Atas (Upper-Middle Class)
Terdiri dari pengusaha dan kaum profesional.
4) Kelas Sosial Menengah – Lapisan Bawah (Lower-Middle Class)
Terdiri dari pegawai pemerintah, kaum semi-profesional, supervisor, pengrajin terkemuka.
5) Kelas Sosial Bawah – Lapisan Atas (Upper-Lower Class)
Terdiri dari para pekerja tetap (golongan pekerja).
6) Kelas Sosial Bawah – Lapisan Bawah (Lower-Lower Class)
Terdiri dari para pekerja tidak tetap, pengangguran, buruh musiman, orang yang tergantung pada tunjangan.
- Masyarakat Eropa membagi lapisan masyarakat menjadi 4 kelas, yaitu:
1) Kelas Puncak (Top Class)
2) a. Kelas Menengah Berpendidikan (Academic Middle Class)
b. Kelas Menengah Ekonomi (Economic Middle Class)
3) Kelas Pekerja (Workmen and Formens Class)
4) Kelas Bawah (Underdog Class)
- Negara-negara Demokratis membagi lapisan masyarakat menjadi 6 golongan, yaitu:
1) Golongan Elit
Terdiri dari orang-orang kaya dan orang-orang yang menempati kedudukan atau pekerjaan yang oleh masyarakat sangat dihargai.
2) Golongan Profesional
Terdiri dari orang-orang yang berijazah dan bergelar, serta orang-orang dari dunia perdagangan yang berhasil.
3) Golongan Semi-Profesional
Terdiri dari pegawai kantor, pedagang, teknisi yang berpendidikan menengah dan yang tidak bergelar.
4) Golongan Skill
Terdiri dari orang-orang yang memiliki keterampilan mekanis, teknisi, dan kapster.
5) Golongan Semi-Skill
Terdiri dari pekerja pabrik tanpa keterampilan, supir, pelayan restoran.
6) Golongan Un-Skill
Terdiri dari pramuwisma, tukang kebun, petugas kebersihan.
· FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENENTUAN KELAS SOSIAL
Menurut Engel, Blackwell dan miniard (1995) mengemukakan pendapat Gilbert dan Kahl yang menyebutkan bahwa ada sembilan variabel yang menentukan status atau kelas sosial seseorang, kesembilan variabel tersebut digolongkan ke dalam 3 kategori, yaitu sebagai berikut :
1) Variabel Ekonomi
a. Status Pekerjaan
b. Pendapatan
c. Harta benda
2) Variabel Interaksi
a. Prestis individu
b. Asosiasi
c. Sosialisasi
3) Variabel Politik
a. Kekuasaan
b. Kesadaran Kelas
c. Mobilitas
· PENGUKURAN KELAS SOSIAL
Meskipun banyak ahli setuju bahwa kelas sosial adalah konsep yang valid dan berguna, tapi tidak ada pernyataan umum bagaimana mengukurnya. Pendekatan yang sistematis untuk mengukur kelas sosial tercakup dalam berbagai kategori berikut ini: ukuran subjektif, ukuran reputasi, dan ukuran objektif dari kelas sosial.
1) Ukuran Subyektif
Dalam pendekatan subyektif untuk menguukur kelas sosial, para individu diminta untuk menaksir kedudukan kelas sosial mereka masing-masing. Klasifikasi keanggotaan kelas sosial yang dihasilkan didasarkan pada persepsi partisipan terhadap dirinya.
2) Ukuran Reputasi
Pendekatan reputasi untuk mengukur kelas sosial memerlukan informan mengnai masyarakat yang dipilih untuk membuat pertimbangan awal mengenai keanggotaan kelas sosial orang lain dalam masyarakat.
3) Ukuran Obyektif
Berbeda dari metode subjektif dan reputasi, yang mengharuskan orang memimpikan kedudukan kelas mereka sendiri atau kedudukan para anggotanya. Ukuran obyektif terdiri dari berbagai variabel demografis atau sosioekonomis yang dipilih mengenai individu yang sedang dipelajari. Ukuran obyektif kelas sosial terbagi menjadi dua kategori pokok yaitu indeks variabel tunggal dan indeks variabel gabungan.
a. Indeks Variabel Tunggal
Indeks variabel tunggal hanya menggunakan satu variabel sosial ekonomi untuk menilai keanggotaan kelas sosial. Beberapa variabel digunakan untuk tujuan sebagai berikut:
1. Pekerjaan
Merupakan ukuran sosial yang diterima secara luas dan mungkin merupakan ukuran kelas sosial terbaik yang dapat didokumentasikan karena menggambarkan status yang berhubungan dengan pekerjaan.
2. Pendidikan
Tingkat pendidikan formal seseorang merupakan perkiraan lain bagi kedudukan kelas sosial yang umum diterima. Semakin tinggi pendidikan seseorang maka semakin besar kemungkinan orang tersebut memiliki penghasilan yang tinggi dan juga kedudukan yang dikagumi atau dihormati.
3. Penghasilan
Penghasilan perorangan atau keluarga merupakan variabel sosial ekonomi lain yang sering digunakan untuk memperkirakan kedudukan kelas sosial.
4. Variabel Lain
Variabel lain yang digunakan sebagai sebuah indeks kelas sosial adalah barang yang dimiliki. Skema yang paling terkenal dan merupakan alat penilai yang paling rumit untuk mengevaluasi barang yang dimiliki adalah skala status sosial chapin.
b. Indeks Variabel Gabungan
Indeks gabungan secara sistematis menggabungkan sejumlah faktor sosial ekonomi untuk membentuk satu ukuran kedudukan kelas sosial yang menyeluruh. Indeks ini sangat menarik untuk diteliti karena dapat menggambarkan dengan lebih baik, kompleknya kelas sosial dibandingkan indeks variabel tunggal.
Dua indeks gabungan yang paling penting adalah:
1. Indeks Karakteristik Status
Ukuran gabungan kelas sosial yang klasik adalah Warner’s Index of Status Characteristics (ISC). ISC merupakan ukuran tertimbang dari berbagai variabel sosial ekonomi pekerjaan, penghasilan (jumlah penghasilan), model rumah dan daerah tempat tinggal (kualitas lingkungan)
2. Skor Status Sosial Skonomi
Sosioeconomic Status Score (SES) menggabungkan tiga variabel pekerjaan, penghasilan keluarga dan tingkat pendidikan. SES ini dikembangkan oleh United States Bureau of The Census
· PENGARUH KELAS SOSIAL TERHADAP PERILAKU KONSUMEN
Pengaruh dari adanya kelas sosial terhadap perilaku konsumen begitu tampak dari pembelian akan kebutuhan untuk sehari-hari, bagaimana seseorang dalam membeli akan barang kebutuhan sehari-hari baik yang primer ataupun hanya sebagai penghias dalam kelas sosial begitu berbeda.
Untuk kelas sosial dari status yang lebih tinggi akan membeli barang kebutuhan yang bermerek terkenal, ditempat yang khusus dan memiliki harga yang cukup mahal. Sedangkan untuk kelas sosial dari status yang lebih rendah akan membeli barang kebutuhan yang sesuai dengan kemampuannya dan ditempat yang biasa saja.
Aspek hierarkis kelas sosial penting bagi para pemasar. Para konsumen membeli berbagai produk tertentu karena produk-produk ini disukai oleh anggota kelas sosial mereka sendiri maupun kelas yang lebih tinggi, dan para konsumen mungkin menghindari berbagai produk lain karena mereka merasa produk-produk tersebut adalah produk-produk “kelas yang lebih rendah”.
Adapun yang merupakan ukuran kelas sosial dari konsumen yang dapat diterima secara luas dan mungkin merupakan ukuran kelas sosial terbaik terlihat dari pekerjaan, pendidikan dan penghasilan.
Peneliti konsumen telah menemukan bukti bahwa di setiap kelas sosial, ada faktor-faktor gaya hidup tertentu (kepercayaan, sikap, kegiatan, dan perilaku bersama) yang cenderung membedakan anggota setiap kelas dari anggota kelas sosial lainnya.
Dengan mengenal bahwa para individu sering menginginkan gaya hidup dan barang-barang yang dinikmati para anggota kelas sosial yang lebih tinggi maka para pemasar sering memasukkan simbol-simbol keanggotaan kelas yang lebih tinggi, baik sebagai produk maupun sebagai hiasan dalam iklan yang ditargetkan pada audiens kelas sosial yang lebih rendah.
Para individu dapat berpindah ke atas maupun ke bawah dalam kedudukan kelas sosial dari kedudukan kelas yang disandang oleh orang tua mereka. Yang paling umum dipikirkan oleh orang-orang adalah gerakan naik karena tersedianya pendidikan bebas dan berbagai peluang untuk mengembangkan dan memajukan diri.
Nicholas Wijaya
3EA02
15211157
Referensi Kebudayaan
Secara tata bahasa, pengertian kebudayaan diturunkan dari kata budaya yang cenderung menunjuk pada pola pikir manusia. Kebudayaan sendiri diartikan sebagai segala hal yang berkaitan dengan akal atau pikiran manusia, sehingga dapat menunjuk pada pola pikir, perilaku serta karya fisik sekelompok manusia.
Sedangkan definisi kebudayaan menurut Koentjaraningrat sebagaimana dikutip Budiono K, menegaskan bahwa, “menurut antropologi, kebudayaan adalah seluruh sistem gagasan dan rasa, tindakan, serta karya yang dihasilkan manusia dalam kehidupan bermasyarakat, yang dijadikan miliknya dengan belajar”. Pengertian tersebut berarti pewarisan budaya-budaya leluhur melalui proses pendidikan.
Beberapa pengertian kebudayaan berbeda dengan pengertian di atas, yaitu:
Kebudayaan adalah cara berfikir dan cara merasa yang menyatakan diri dalam seluruh segi kehidupan sekelompok manusia yang membentuk kesatuan sosial (masyarakat) dalam suatu ruang dan waktu.
Kebudayaan sebagai keseluruhan yang mencakup pengetahuan kepercayaan seni, moral, hukum, adat serta kemampuan serta kebiasaan lainnya yang diperoleh manusia sebagai anggota masyarakat.
Kebudayaan merupakan hasil karya, rasa dan cipta masyarakat. Karya yaitu masyaraakat yang menghasilkan tekhnologi dan kebudayaan kebendaan yang terabadikan pada keperluan masyarakat. Rasa yang meliputi jiwa manusia yaitu kebijaksanaan yang sangat tinggi di mana aturan kemasyarakatan terwujud oleh kaidah-kaidah dan nilai-nilai sehingga denga rasa itu, manusia mengerti tempatnya sendiri, bisa menilai diri dari segala keadaannya.
Pengertian kebudayaan tersebut mengispirasi penulis untuk menyimpulkan bahwa; akal adalah sumber budaya, apapun yang menjadi sumber pikiran, masuk dalam lingkup kebudayaan. Karena setiap manusia berakal, maka budaya identik dengan manusia dan sekaligus membedakannya dengan makhluk hidup lain. Dengan akal manusia mampu berfikir, yaitu kerja organ sistem syaraf manusia yang berpusat di otak, guna memperoleh ide atau gagasan tentang sesuatu. Dari akal itulah muncul nilai-nilai budaya yang membawa manusia kepada ketinggian peradaban.
Dengan demikian, budaya dan kebudayaan telah ada sejak manusia berpikir, berkreasi dan berkarya sekaligus menunjukkan bagaimana pola berpikir dan interpretasi manusia terhadap lingkungannya. Dalam kebudayaaan terdapat nilai-nilai yang dianut masyarakat setempat dan hal itu memaksa manusia berperilaku sesuai budayanya. Antara kebudayaan satu dengan yang lain terdapat perbedaan dalam menentukan nilai-nilai hidup sebagai tradisi atau adat istiadat yang dihormati. Adat istiadat yang berbeda tersebut, antara satu dengan lainnya tidak bisa dikatakan benar atau salah, karena penilaiannya selalu terikat pada kebudayaan tertentu.
Kebudayaan sangat berpengaruh terhadap kepribadian seseorang, begitu pula sebaliknya. Di dalam pengembangan kepribadian diperlukan kebudayaan, dan kebudayaan akan terus berkembang melalui kepribadian tersebut. Sebuah masyarakat yang maju, kekuatan penggeraknya adalah individu-individu yang ada di dalamnya. Tingginya sebuah kebudayaan masyarakat dapat dilihat dari kualitas, karakter dan kemampuan individunya.
Manusia dan kebudayaan adalah dua hal yang saling berkaitan. Manusia dengan kemampuan akalnya membentuk budaya, dan budaya dengan nilai-nilainya menjadi landasan moral dalam kehidupan manusia. Seseorang yang berperilaku sesuai nilai-nilai budaya, khususnya nilai etika dan moral, akan disebut sebagai manusia yang berbudaya. Selanjutnya, perkembangan diri manusia juga tidak dapat lepas dari nilainilai budaya yang berlaku.
Kebudayaan dan masyarakatnya memiliki kekuatan yang mampu mengontrol, membentuk dan mencetak individu. Apagi manusia di samping makhluk individu juga sekaligus makhluk sosial, maka perkembangan dan perilaku individu sangat mungkin dipengaruhi oleh kebudayaan. Atau boleh dikatakan, untuk membentuk karakter manusia paling tepat menggunakan pendekatan budaya.
Nicholas Wijaya
15211157
3EA02
Sedangkan definisi kebudayaan menurut Koentjaraningrat sebagaimana dikutip Budiono K, menegaskan bahwa, “menurut antropologi, kebudayaan adalah seluruh sistem gagasan dan rasa, tindakan, serta karya yang dihasilkan manusia dalam kehidupan bermasyarakat, yang dijadikan miliknya dengan belajar”. Pengertian tersebut berarti pewarisan budaya-budaya leluhur melalui proses pendidikan.
Beberapa pengertian kebudayaan berbeda dengan pengertian di atas, yaitu:
Kebudayaan adalah cara berfikir dan cara merasa yang menyatakan diri dalam seluruh segi kehidupan sekelompok manusia yang membentuk kesatuan sosial (masyarakat) dalam suatu ruang dan waktu.
Kebudayaan sebagai keseluruhan yang mencakup pengetahuan kepercayaan seni, moral, hukum, adat serta kemampuan serta kebiasaan lainnya yang diperoleh manusia sebagai anggota masyarakat.
Kebudayaan merupakan hasil karya, rasa dan cipta masyarakat. Karya yaitu masyaraakat yang menghasilkan tekhnologi dan kebudayaan kebendaan yang terabadikan pada keperluan masyarakat. Rasa yang meliputi jiwa manusia yaitu kebijaksanaan yang sangat tinggi di mana aturan kemasyarakatan terwujud oleh kaidah-kaidah dan nilai-nilai sehingga denga rasa itu, manusia mengerti tempatnya sendiri, bisa menilai diri dari segala keadaannya.
Pengertian kebudayaan tersebut mengispirasi penulis untuk menyimpulkan bahwa; akal adalah sumber budaya, apapun yang menjadi sumber pikiran, masuk dalam lingkup kebudayaan. Karena setiap manusia berakal, maka budaya identik dengan manusia dan sekaligus membedakannya dengan makhluk hidup lain. Dengan akal manusia mampu berfikir, yaitu kerja organ sistem syaraf manusia yang berpusat di otak, guna memperoleh ide atau gagasan tentang sesuatu. Dari akal itulah muncul nilai-nilai budaya yang membawa manusia kepada ketinggian peradaban.
Dengan demikian, budaya dan kebudayaan telah ada sejak manusia berpikir, berkreasi dan berkarya sekaligus menunjukkan bagaimana pola berpikir dan interpretasi manusia terhadap lingkungannya. Dalam kebudayaaan terdapat nilai-nilai yang dianut masyarakat setempat dan hal itu memaksa manusia berperilaku sesuai budayanya. Antara kebudayaan satu dengan yang lain terdapat perbedaan dalam menentukan nilai-nilai hidup sebagai tradisi atau adat istiadat yang dihormati. Adat istiadat yang berbeda tersebut, antara satu dengan lainnya tidak bisa dikatakan benar atau salah, karena penilaiannya selalu terikat pada kebudayaan tertentu.
Kebudayaan sangat berpengaruh terhadap kepribadian seseorang, begitu pula sebaliknya. Di dalam pengembangan kepribadian diperlukan kebudayaan, dan kebudayaan akan terus berkembang melalui kepribadian tersebut. Sebuah masyarakat yang maju, kekuatan penggeraknya adalah individu-individu yang ada di dalamnya. Tingginya sebuah kebudayaan masyarakat dapat dilihat dari kualitas, karakter dan kemampuan individunya.
Manusia dan kebudayaan adalah dua hal yang saling berkaitan. Manusia dengan kemampuan akalnya membentuk budaya, dan budaya dengan nilai-nilainya menjadi landasan moral dalam kehidupan manusia. Seseorang yang berperilaku sesuai nilai-nilai budaya, khususnya nilai etika dan moral, akan disebut sebagai manusia yang berbudaya. Selanjutnya, perkembangan diri manusia juga tidak dapat lepas dari nilainilai budaya yang berlaku.
Kebudayaan dan masyarakatnya memiliki kekuatan yang mampu mengontrol, membentuk dan mencetak individu. Apagi manusia di samping makhluk individu juga sekaligus makhluk sosial, maka perkembangan dan perilaku individu sangat mungkin dipengaruhi oleh kebudayaan. Atau boleh dikatakan, untuk membentuk karakter manusia paling tepat menggunakan pendekatan budaya.
Nicholas Wijaya
15211157
3EA02
Referensi Gaya Hidup
. Gaya hidup menggambarkan “keseluruhan diri seseorang” dalam berinteraksi dengan lingkungannya.Gaya hidup menggambarkan seluruh pola seseorang dalam beraksi dan berinteraksi di dunia. Secara umum dapat diartikan sebagai suatu gaya hidup yang dikenali dengan bagaimana orang menghabiskan waktunya (aktivitas), apa yang penting orang pertimbangkan pada lingkungan (minat), dan apa yang orang pikirkan tentang diri sendiri dan dunia di sekitar (opini). Gaya hidup adalah perilaku seseorang yang ditunjukkan dalam aktivitas, minat dan opini khususnya yang berkaitan dengan citra diri untuk merefleksikan status sosialnya.
Plummer (1983) gaya hidup adalah cara hidup individu yang di identifikasikan oleh bagaimana orang menghabiskan waktu mereka (aktivitas), apa yang mereka anggap penting dalam hidupnya (ketertarikan) dan apa yang mereka pikirkan tentang dunia sekitarnya. Adler (dalam Hall & Lindzey, 1985) menyatakan bahwa gaya hidup adalah hal yang paling berpengaruh pada sikap dan perilaku seseorang dalam hubungannya dengan 3 hal utama dalam kehidupan yaitu pekerjaan, persahabatan, dan cinta sedangkan Sarwono (1989) menyatakan bahwa salah satu faktor yang mempengaruhi gaya hidup adalah konsep diri. Gaya hidup menggambarkan “keseluruhan diri seseorang” yang berinteraksi dengan lingkungannya (Kottler dalam Sakinah,2002). Menurut Susanto (dalam Nugrahani,2003) gaya hidup adalah perpaduan antara kebutuhan ekspresi diri dan harapan kelompok terhadap seseorang dalam bertindak berdasarkan pada norma yang berlaku. Oleh karena itu banyak diketahui macam gaya hidup yang berkembang di masyarakat sekarang misalnya gaya hidup hedonis, gaya hidup metropolis, gaya hidup global dan lain sebagainya.
Menurut Lisnawati (2001) gaya hidup sehat menggambarkan pola perilaku sehari-hari yang mengarah pada upaya memelihara kondisi fisikfisik, mental dan social berada dalam keadaan positif. Gaya hidup sehat meliputi kebiasaan tidur, makan, pengendalian berat badan, tidak merokok atau minum-minuman beralkohol, berolahraga secara teratur dan terampil dalam mengelola stres yang dialami. Sejalan dengan pendapat Lisnawati, Notoatmojo (2005) menyebutkan bahwa perilaku sehat (healthy behavior) adalah perilaku-perilaku atau kegiatan-kegiatan yang berkaitan dengan upaya mempertahankan dan meningkatkan kesehatan. Untuk mencapai gaya hidup yang sehat diperlukan pertahanan yang baik dengan menghindari kelebihan dan kekurangan yang menyebabkan ketidakseimbangan yang menurunkan kekebalan dan semua yang mendatangkan penyakit (Hardinger dan Shryock, 2001).
Jadi pada kesimpulannya, gaya hidup adalah suatu pola atau cara individu mengekspresikan atau mengaktualisasikan, cita-cita, kebiasaan / hobby, opini, dsb dengan lingkungannya melalui cara yang unik, yang menyimbolkan status dan peranan individu bagi linkungannya. Gaya hidup dapat dijadikan jendela dari kepribadian masing-masing invidu.Setiap individu berhak dan bebas memilih gaya hidup mana yang dijalaninya, baik itu gaya hidup mewah (glamour), gaya hidup hedonis, gaya hidup punk, gaya hidup sehat, gaya hidup sederhana, dsb.
Bentuk-bentuk Gaya Hidup
Menurut Chaney (dalam Idi Subandy,1997) ada beberapa bentuk gaya hidup, antara lain : :
a. Industri Gaya Hidup
Dalam abad gaya hidup, penampilan-diri itu justru mengalami estetisisasi, “estetisisasi kehidupan sehari-hari” dan bahkan tubuh/diri (body/self) pun justru mengalami estetisisasi tubuh. Tubuh/diri dan kehidupan sehari-hari pun menjadi sebuah proyek, benih penyemaian gaya hidup. “Kamu bergaya maka kamu ada!” adalah ungkapan yang mungkin cocok untuk melukiskan kegandrungan manusia modern akan gaya. Itulah sebabnya industri gaya hidup untuk sebagian besar adalah industri penampilan.
b. Iklan Gaya Hidup
Dalam masyarakat mutakhir, berbagai perusahaan (korporasi), para politisi, individu-individu semuanya terobsesi dengan citra. Di dalam era globalisasi informasi seperti sekarang ini, yang berperan besar dalam membentuk budaya citra (image culture) dan budaya cita rasa (taste culture) adalah gempuran iklan yang menawarkan gaya visual yang kadang-kadang mempesona dan memabukkan. Iklan merepresentasikan gaya hidup dengan menanamkan secara halus (subtle) arti pentingnya citra diri untuk tampil di muka publik. Iklan juga perlahan tapi pasti mempengaruhi pilihan cita rasa yang kita buat.
c. Public Relations dan Journalisme Gaya Hidup
Pemikiran mutakhir dalam dunia promosi sampai pada kesimpulan bahwa dalam budaya berbasis-selebriti (celebrity based-culture), para selebriti membantu dalam pembentukan identitas dari para konsumen kontemporer. Dalam budaya konsumen, identitas menjadi suatu sandaran “aksesori fashion”. Wajah generasi baru yang dikenal sebagai anak-anak E-Generation, menjadi seperti sekarang ini dianggap terbentuk melalui identitas yang diilhami selebriti (celebrity-inspired identity)-cara mereka berselancar di dunia maya (Internet), cara mereka gonta-ganti busana untuk jalan-jalan. Ini berarti bahwa selebriti dan citra mereka digunakan momen demi momen untuk membantu konsumen dalam parade identitas.
d.Gaya hidup mandiri
Kemandirian adalah mampu hidup tanpa bergantung mutlak kepada sesuatu yang lain. Untuk itu diperlukan kemampuan untuk mengenali kelebihan dan kekurangan diri sendiri, serta berstrategi dengan kelebihan dan kekurangan tersebut untuk mencapai tujuan. Nalar adalah alat untuk menyusun strategi. Bertanggung jawab maksudnya melakukan perubahan secara sadar dan memahami betuk setiap resiko yang akan terjadi serta siap menanggung resiko dan dengan kedisiplinan akan terbentuk gaya hidup yang mandiri. Dengan gaya hidup mandiri, budaya konsumerisme tidak lagi memenjarakan manusia. Manusia akan bebas dan merdeka untuk menentukan pilihannya secara bertanggung jawab, serta menimbulkan inovasi-inovasi yang kreatif untuk menunjang kemandirian tersebut.
e. Gaya Hidup Hedonis
Gaya hidup hedonis adalah suatu pola hidup yang aktivitasnya untuk mencari kesenangan , seperti lebih banyak menghabiskan waktu diluar rumah, lebih banyak bermain, senang pada keramaian kota, senang membeli barang mahal yang disenanginya, serta selalu ingin menjadi pusat perhatian.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa bentuk dari suatu gaya hidup dapat berupa gaya hidup dari suatu penampilan, melalui media iklan, modeling dari artis yang di idola kan, gaya hidup yang hanya mengejar kenikmatan semata sampai dengan gaya hidup mandiri yang menuntut penalaran dan tanggung jawab dalam pola perilakunya.
Nicholas Wijaya
3EA02
15211157
Referensi Kepribadian
Pengertian Kepribadian
Kepribadian (personality) bukan sebagai bakat kodrati, melainkan terbentuk oleh proses sosialisasi Kepribadian merupakan kecenderungan psikologis seseorang untuk melakukan tingkah laku social tertentu, baik berupa perasaan, berpikir, bersikap, dan berkehendak maupun perbuatan. Definisi kepribadian menurut beberapa ahli antara lain sebagai berikut :
a. Yinger
Kepribadian adalah keseluruhan perilaku dari seorang individu dengan system kecenderungan tertentu yang berinteraksi dengan serangkaian instruksi.
b. M.A.W Bouwer
Kepribadian adalah corak tingkah laku social yang meliputi corak kekuatan, dorongan, keinginan, opini dan sikap-sikap seseorang.
c. Cuber
Kepribadian adalah gabungan keseluruhan dari sifat-sifat yang tampak dan dapat dilihat oleh seseorang.
d. Theodore R. Newcombe
Kepribadian adalah organisasi sikap-sikap yang dimiliki seseorang sebagai latar belakang terhadap perilaku.
Nicholas Wijaya
3EA02
15211157
Kepribadian (personality) bukan sebagai bakat kodrati, melainkan terbentuk oleh proses sosialisasi Kepribadian merupakan kecenderungan psikologis seseorang untuk melakukan tingkah laku social tertentu, baik berupa perasaan, berpikir, bersikap, dan berkehendak maupun perbuatan. Definisi kepribadian menurut beberapa ahli antara lain sebagai berikut :
a. Yinger
Kepribadian adalah keseluruhan perilaku dari seorang individu dengan system kecenderungan tertentu yang berinteraksi dengan serangkaian instruksi.
b. M.A.W Bouwer
Kepribadian adalah corak tingkah laku social yang meliputi corak kekuatan, dorongan, keinginan, opini dan sikap-sikap seseorang.
c. Cuber
Kepribadian adalah gabungan keseluruhan dari sifat-sifat yang tampak dan dapat dilihat oleh seseorang.
d. Theodore R. Newcombe
Kepribadian adalah organisasi sikap-sikap yang dimiliki seseorang sebagai latar belakang terhadap perilaku.
Nicholas Wijaya
3EA02
15211157
Langganan:
Postingan (Atom)